Kupang, NTT – Sebuah tragedi memilukan mengguncang Desa Soba, Kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang, pada Senin (13/1) malam. Fera Kristin Junia Bano, balita berusia 1 tahun 7 bulan, kehilangan nyawa di tengah pertengkaran sengit kedua orang tuanya.
Kisah pilu ini bermula dari perselisihan panjang antara Deningsi Bano Beti (27) dan Kornalius Marion Bano (25), pasangan muda yang rumah tangganya penuh konflik. Sejak 3 Januari 2025, Kornalius meninggalkan rumah dan memilih tinggal bersama saudaranya, Anita Bano, akibat percekcokan yang terus berulang. Namun, pada Senin sore, Kornalius memutuskan kembali ke rumah—keputusan yang menjadi awal dari malam kelam itu.
Pertengkaran segera meledak begitu Kornalius tiba. Emosi yang meluap-luap berubah menjadi kekerasan. Dalam situasi panas itu, Deningsi yang terbakar amarah mengambil parang dengan niat melukai Kornalius. Namun, dalam ruangan gelap tanpa penerangan, Kornalius yang saat itu menggendong Fera mencoba menghindar. Sabetan parang Deningsi, yang seharusnya untuk Kornalius, malah mengenai kaki anak mereka.
Dengan panik, Kornalius merebut parang dan membuangnya. Ia segera membawa Fera ke Puskesmas Baun, berusaha menyelamatkan buah hati mereka. Namun, meski sempat sadar, Fera menghembuskan napas terakhir pada dini hari, pukul 04.00 WITA, meninggalkan luka mendalam di hati keluarga.
Kapolres Kupang AKBP Anak Agung Gde Anom Wirata melalui Kasat Reskrim Polres Kupang AKP Yeni Setiono memastikan bahwa kasus ini sudah ditangani secara serius. “Terduga pelaku telah kami amankan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Kami terus mendalami peristiwa ini untuk mendapatkan gambaran jelas tentang kejadian yang sangat menyedihkan ini,” ujar AKP Yeni.
Tragedi ini menjadi pengingat keras tentang bahayanya konflik yang tidak diselesaikan dengan kepala dingin. Ketegangan rumah tangga, ketika dibiarkan, dapat berujung pada kehancuran yang tidak terbayangkan, menghancurkan generasi yang seharusnya dilindungi. Kini, Fera yang tak berdosa menjadi korban dari amarah yang tak terkendali.
Warga Desa Soba berduka atas kepergian Fera, sementara Deningsi harus menghadapi proses hukum atas tindakannya. Peristiwa ini meninggalkan luka yang tak hanya mendalam bagi keluarga, tetapi juga menjadi pelajaran pahit bagi masyarakat luas bahwa kekerasan tak pernah menjadi jalan keluar dari setiap masalah.( Arnold).