Kejari Rote Ndao "Larang" Wartawan Bawa HP ke Dalam Ruangan Kerjanya




Rote, --Kepala Kejaksaan Rote Ndao, Budi Narsanto, SH, pada Selasa, (/03/2024), melarang  

awak media (red=wartawan) membawa alat komunikasi atau HP Android ke dalam ruangan kerjanya, beralasan; bahwa setiap tamu harus menaati SOP yang berlaku di kantornya.


Pada hal, kehadiran wartawan kala itu sedang "mengawal" Sekjend Gelombang Transformasi Rote Ndao (GTRN), Wawan Mesah, Ketua LSM ANTRA RI, Yunus Panie dan salah seorang aktivis akademisi dari Universitas Nusa Lontar, hendak menemui orang nomer satu di Kantor Kejaksaan Rote Ndao itu guna mempertanyakan penanganan sejumlah kasus korupsi yang selama ini terkesan, "mengendap".


Kejadian pelarangan yang dinilai telah "mencederai" nilai kebebasan Pers itu terjadi pada hari Senin, (18/03/2024), sekitar Pukul .00, dialami oleh Wartawan Johanes Yoseph Henuk juga selaku Sekretaris Asosiasi Media Siber Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur  dalam menjalankan profesinya melakukan peliputan terkait perkembangan penanganan sejumlah kasus korupsi di daerah Rote Ndao.


Berikut kronologisnya, ketika wartawan juga pemimpin redaksi di dua media online ini  bersama Sekjend Gelombang Transformasi Rote Ndao (GTRN), Wawan Mesah, Ketua LSM ANTRA RI, Yunus Panie dan salah seorang aktivis akademisi dari Universitas Nusa Lontar

memasuki ruang lobi, oleh dua orang staf yang bertugas di kantor tersebut meminta agar handpone diserahkan untuk disimpan. Menurut kedua petugas ini sudah SOP, (Standart Operation Procedure). 


Mendengar demikian karena merasa ini baru dialami bersama rekan-rekannya, kemudian wartawan lalu menyampaikan bahwa apakah 

HP miliknya bisa diperoleh atau tidak sebab berhubungan dengan prihal kunjungan maka semua penjelasan Kejari perlu direkam, ditulis lalu dipublish. Dan salah seorang perempuan mengenakan pakaian Kejaksaan menjelaskan, bila sudah di ruangan maka HP yang diserahkan dapat diambil lagi.


Penyampaian itu membuat wartawan beserta rekan-rekannya pun diantar menemui Kejari. 

Di sana, setelah usai memperkenal diri masing-masing maka untuk dapat memperoleh penjelasan dari Kejari sebagai bahan informasi bagi media berupa rekaman dan foto-foto, lalu wartawan menyampaikan agar HP yang telah diambil dapat menyerahkan kembali. 


Penyampaian wartawan malah ditanggapi oleh Kejari Rote Ndao ini, bahwa HP milik wartawan belum bisa diambil karena sudah menjadi SOP lembaganya bagi setiap tamu yang bertamu. Baru bisa diambil setelah pulang dari kantornya 


Pernyataan Kejari tersebut memancing debat ringan dengan wartawan yang mempertahankan argumen terkait tugas, pokok dan fungsi seorang wartawan, bahwa dalam melaksanakan profesi wartawan diera digitalisasi khususnya media online, HP merupakan sarana utama dan penting dalam mengelolah data dan lain lain. 


Penjelasan wartawan demikian malah tidak mendapat respon positif oleh Kejari dengan meminta tanggapan dari Kasie Intel Kejaksaan Rote Ndao yang jarak duduknya lebih kurang satu meter.


Karena merasa keberadaannya sebagai seorang wartawan sesuai amanat Undang-Undang Pers telah dibatasi maka wartawan yang sudah melalang buana di dunia Pers selama 24 Tahun ini kemudian pergi meninggalkan ruangan Kejari.


Di tempat lobi, wartawan meminta kembali HPnya dengan menunggu beberapa menit di luar kantor, lalu akhirnya pulang. 



Sekjen Gelombang Transformasi Rote Ndao (GTRN), Wawan Mesah, usai pertemuan dengan Kejari Rote Ndao, di wawancara media ini mengaku dalam kapasitas selaku Sekjend Gelombang Transformasi Rote Ndao (GTRN), bersama Ketua LSM ANTRA RI, Yunus Panie dan salah seorang aktivis akademisi dari Universitas Nusa Lontar pada Hari Senin, (18/03/2024), telah bertemu dengan Kejari Rote Ndao, Budi Narsanto, SH, untuk 

untuk menyatukan persepsi tentang upaya pemberantasan Korupsi di bumi Rote Ndao, 

sekaligus meminta penjelasan terupdate terkait perkembangan penanganan kasus-kasus dugaan korupsi, khususnya mengenai Dana Covid-19 yang sudah menjadi pembahasan publik Rote Ndao tapi terkesan "jalan ditempat" dan hingga kini belum juga ada penetapan tersangka,"terang dia.


Menurut Wawan Mesah, pada kesempatan tersebut, Kejari Rote Ndao, menjelaskan  proses penyelidikan (lidik) kasus Covid-19 yang dimulai pada September 2023 lalu.  sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan namun karena keterlambtan proses penghitungan atas nilai kerugian negara oleh BPKP NTT di Kupang maka pihaknya belum bisa menetapkan tersangka,"sebutnya.


Dikatakan Mesah, secara pribadi dan institusi, Kajari dan jajarannya berkeinginan agar penanangan kasus ini cepat tuntas karena bila sukses maka akan menjadi prestasi terkait kinerja institusi yang dipimpinnya.


"Beliau juga berterima kasih karena LSM ANTRA RI dan ormas GTRN yang konsen dalam mengawal kinerja institusi APH dalam penanganan berbagai kasus dugaan tindak pidana korupsi di Rote Ndao," pungkasnya.


Sebagai tindak lanjut dari audiens tersebut,  ANTRA RI & GTRN bersepakat untuk mendatangi BPKP NTT di Kupang untuk mendorong percepatan proses penghitungan nilai kerugian negara dari kasus korupsi itu.


Diakhir kesempatannya, Wawan menegaskan semua upaya yang dilakukan saat ini adalah bentuk tanggung jawab moril kepada masyarakat Rote Ndao. Sekaligus untuk menepis rumor miring yang beredar bahwa kasus kasus ini "masuk angin" dan dibiarkan menguap tanpa ada kepastian hukum. *Jh

Artikel Pilihan

Iklan