"Empat Ruang Belajar Siswa SMA Negeri 3 Fatuleu Tengah Memprihatinkan,Berdinding Bambu,Beratapkan Seng Bekas Berlantai Tanah"

 







Fatuleu,vista-nusantara.com, - Kondisi empat ruangan belajar siswa- siswi SMAN 3 Fatuleu Tengah Kecamatan Fatuleu Tengah Kabupaten Kupang yang sangat memprihatinkan,bagaimana tidak empat ruangan belajar  tersebut beratapkan seng bekas,  berdinding bambu dan berlantaikan tanah liat.


Dalam empat ruangan sederhana ini tidak menjadi alasan untuk menghambat aktivitas belajar puluhan siswa di sekolah ini.Meskipun saat musim hujan aktivitas belajar dihentikan sementara.


Terlihat beberapa  pelajar yang melakukan kegiatan  praktek Menenun  bersama seorang guru  asuh. Begitu antusias hendak belajar menenun  meski kondisi ruang belajar mereka memprihatinkan.


Lembaga pendidikan Menengah Atas  yang didirikan sejak tahun 2015 ini mendapatkan fasilitas seadanya.Demi memberikan fasilitas sekolah anak-anak sekitar. Hanya saja dari tanah hibah itu bangunannya belum dapat dibangun seperti sekolah lainnnya, karena keterbatasan finansial dari pengelolanya. Akan tetapi hal itu tidak mengurangi semangat belajar dari siswa dan guru-gurunya.



Hanya saja guru dan siswa SMA tersebut  harus waspada  saat musim hujan tiba. Mereka terancam libur khusus. “Bisa dilihat sendiri atapnya seperti apa. Kalau hujan, ruangan ini banjir dan anak-anak tidak bisa belajar. Jadi, kalau hujan sering diliburkan,” tutur Kepala SMA Negeri 3 Melianus Nenabu S,Pd 


“Ini  darurat. Karena terbatasnya  biaya untuk bangun ruangan, kami pakai ruangan ini,” imbuhnya.


Memang, bangunan yang memprihatinkan itu menggunakan atap seng bekas. Dindingnya pun terbuat dari bambu yang sudah koyak di sana-sini. Berlantaikan tanah liat.


Ruangan - ruangan darurat ini dibangun atas kerjasama orang tua murid,sekolah dan bahkan siswa dengan menggunakan peralatan serta bahan seadanya.




Tampak seorang wanita paru baya merangkap guru Mulok Sekaligus perintis  SMA N 3 Fatuleu Tengah kepada media ini  menuturkan, sekolah tersebut dibangun pada 2015. Pemrakarsanya adalah masyarakat setempat.


Warga prihatin dengan anak-anak yang harus berjalan sekitar dua tiga kilometer.Anak-anak harus berjalan sejam hingga  untuk mencapai sekolah tersebut.


Mandiri tanpa harus bergantung pada bantuan pihak pemerintah, terus berusaha untuk bisa memberikan pendidikan yang optimal kepada siswanya. Semua itu demi cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa.


Apa yang dilakukan sang kepala sekolah bersama guru- guru ini serta pengurus sekolah tersebut patut  menjadi motivasi dan inspirasi. 


Mereka mampu bergerak tanpa harus menunggu bantuan pemerintah walaupun tujuannya untuk anak bangsa. Pengabdiannya ini sejalan dengan Gerakan Nasional Revolusi Mental yang dikomandoi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.(Arnold/vn).


Artikel Pilihan

Iklan